Selasa, 30 November 2010

Musik Seriosa


Seriosa
Musik Seriosa, Riwayatmu Doeloe

Jakarta, 13 Juli 2001 20:32
SELAMA sekitar 25 tahun pertama sesudah Proklamasi Kemerdekaan, Radio Republik Indonesia (RRI) menjadi semacam katalisator atau pusat perkembangan musik Indonesia. Periode 1950-an dan 1970-an adalah tahun-tahun sangat menentukan bagi perkembangan awal musik Indonesia, terutama lewat forum Bintang Radio. Kompetisi tarik suara ini dibagi dalam tiga kategori jenis musik: hiburan, keroncong, dan seriosa.

Walaupun tidak berwacana politik, kegiatan Bintang Radio sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari semangat kebangsaan yang sedang tumbuh. Pada 1950, tepatnya pada pidato kenegaraan 17 Agustus, Bung Karno dengan tegas memproklamasikan Republik Indonesia yang sebelumnya disulap Belanda menjadi Republik Indonesia Serikat, kembali menjadi negara kesatuan.

Karena hampir semua orang asing yang menjadi tenaga ahli meninggalkan Indonesia, muncullah dilema besar, yaitu siapa yang harus menggantikan peran mereka. Dari situ lantas lahir semangat baru dalam bentuk kredo: kemerdekaan harus diisi oleh bangsa sendiri. Di kota-kota besar, minimal di ibu kota provinsi, ada sekian orkes atau simfoni orkestra bentukan Belanda di masa lalu.

Beberapa di antaranya berumur cukup tua dan terkenal. Orkes-orkes itu, karena imbas perubahan zaman, ditinggalkan begitu saja oleh sebagian besar pemainnya yang harus pulang ke negara asal mereka. Stasiun radio menjadi vakum. Tapi RRI, yang sejak lahirnya mempunyai moto ''sekali di udara tetap di udara'', harus tetap siar suara.

Maka direkrutlah tenaga-tenaga baru untuk mengisi kemerdekaan di bidang penyiaran radio. Dalam hal musik, rekrutmen itu tidak hanya menyangkut orang, melainkan juga agenda programa dan visi ke depan penyiaran politik budaya (yang di zaman Orde Baru kemudian dipelintir menjadi budaya politik). RRI lantas menjadi semacam pusat pengembangan musik yang sangat ekstensif di Indonesia.

Yang direkrut bukan hanya para pemain musik (instrumentalis dan vokalis), melainkan juga pemimpin orkes (dirigen), pencipta musik (komponis dan arranger), pengiring piano (corepetitor), penyusun acara, dan pelaksana agenda musik. Yang paling menentukan adalah lahirnya model pertama musik Indonesia dari terciptanya ratusan repertoar musik baru yang dimainkan melalui siaran radio.

RRI pun lalu identik dengan musik. Salah satu agenda RRI yang paling pantas dicatat dalam sejarah musik Indonesa adalah diselenggarakannya acara tahunan Bintang Radio. Kompetisi ini diselenggarakan melalui tahapan seleksi yang sangat ketat, baik pada tingkat daerah, provinsi, maupun nasional, dalam suatu trilogi kompetisi.

Musik hiburan, yang adalah genus musik pergaulan (entertainment music) Indonesia pertama banyak berasosiasi dengan lagu-lagu rakyat Indonesia dan lagu-lagu Barat, terutama musik populer Amerika dan Eropa. Musik keroncong adalah suatu sinkretik budaya antara musik Indonesia yang bersistem teknik ''Barat'' dan karakteristik kothekan dan tembang yang ada pada pola permainan musik gamelan.

Sebagai festival musik yang sangat kompetitif, untuk mencapai tahapan final di tingkat nasional setiap peserta harus melewati sembilan kali seleksi. Suara dan teknik menyanyi para Bintang Radio di ketiga kategori itu telah menjadi model gaya bernyanyi orang Indonesia hingga sekarang. Untuk menyebut sedikit penyanyi Bintang Radio yang telah menjadi ikon dalam bidangnya adalah Sam Saimun, Bing Slamet, Titiek Puspa, Andy Mulya, Bob Tutupoli, Harvey Malaiholo, Sayekti, Sundari Soekotjo, Kamsidi, Waldjinah, Pranadjaja, Ping Astono, Ade Ticoalu, Norma Sanger, dan Pranawengrum Katamsi.

Di antara mereka ada yang masih bertahan hingga hari ini. Hal itu menunjukkan bagaimana bagusnya tingkat kualifikasi festival Bintang Radio di masa itu. Lalu, mengapa kategori ketiga --konon kategori yang paling dianggap bergengsi-- disebut ''musik seriosa''? Istilah musik seriosa sesungguhnya agak berlebihan.

Yang dimaksud dengan musik seriosa dalam Bintang Radio itu sesungguhnya tak lain adalah bagian dari suatu seni olah suara (menyanyi) dengan teknik tertentu, diiringi piano atau aransemen orkes, dalam membawakan lagu-lagu pendek dalam bentuk lied form yang bermatra tiga frase sederhana: awal, sisipan, dan ulangan.

Dilihat dari bentuk penulisan dan pembawaannya pun sesungguhnya masih terlalu sederhana untuk dibilang seni serios(a). Istilah musik seriosa yang kedengaran agak keitalia-italiaan itu sebenarnya berasal dari pemilahan khazanah musik di Amerika dan Eropa di awal perkembangan industri musik sesudah Perang Dunia II.

Orang Amerika, karena peraturan pajak, Undang-Undang Perburuhan, dan sebagainya, memilah musik dengan sebutan serious music dan entertainment music. Orang Jerman bilang(U)ntherhaltung musik dan (E)rnst musik. Artinya, musik hiburan dan musik serius (sungguh-sungguh dan penting).

Tapi, di sana istilah ini dikenakan bukan hanya untuk membedakan jenis vokal, melainkan dipakai untuk membedakan semua jenis komposisi musik. Istilah yang cepat tidak up to date ini diimpor ke Indonesia oleh Amir Pasaribu untuk memberi ciri salah satu kategori Bintang Radio yang dilombakan pertama kali pada 1952.

Maka begitulah, musik seriosa pun lantas sering dianggap sedikit lebih seru dan prestisius dari yang lain. Sejarahnya agak aneh tapi menarik. Pada awal 1950-an itu, beberapa kaum pejuang yang terpelajar dan mendapat pendidikan apresiasi musik di sekolah-sekolah Belanda sering terlibat dalam pergaulan musik di RRI.

Mereka antara lain Amir Pasaribu, Cornell Simandjuntak, Binsar Sitompoel, Syaiful Bachri, Ismail Marzuki, R.A.J. Soedjasmin, Koesbini, kemudian juga generasi berikutnya yang lebih muda seperti Iskandar, Isbandi, Syafi'i Embut, Soedharnoto, Soebronto K. Atmodjo, Harry Mulyono, dan F.X. Soetopo. Merekalah para komponis dan penulis lagu kontributor utama kompetisi Bintang Radio.

Lagu-lagu mereka menjadi standar pertama seleksi Bintang Radio, baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. Anehnya, lagu-lagu mereka adalah suatu adaptasi inspiratif model bentuk lieder, perkembangan musik zaman Romantik yang mekar di Eropa, 150 sampai 200 tahun sebelumnya. ''Romantism'' keindonesiaan mereka tampak jelas pada lagu-lagu seperti Kemuning (Cornell Simandjuntak), Citra (Cornell Simandjuntak-Usmar Ismail), Wanita (Ismail Marzuki), Ave Maria(R.A.J. Soedjasmin-Chairil Anwar), dan Puisi Rumah Bambu (F.X. Soetopo), Sejuta Bintang (Syaiful Bachri).

Fragmentasi karya-karya kumpulan buku-buku lieder para komponis Romantik Schubert, Mendelssohn, Schumann, Brahms, atau aria-aria pendek komponis Opera Romantik Puccini, Gound, Mascagani, Bizet, Strauss, menjadi oasis, sumber penciptaan lagu-lagu kecil musik seriosa para komponis awal Indonesia itu.

Sangat mengherankan bahwa mereka sepertinya sama sekali tak terinspirasi oleh para komponis yang lebih fundamental, seperti Bach, Mozart, Beethoven, atau komponis-komponis yang lebih dekat dengan zaman mereka, seperti Debussy, Bartok, dan Stravinsky. Tapi, hal ini bisa dimengerti bila diingat bahwa sesungguhnya lagu-lagu pendek mendayu-merdu-merayu dari para komponis Romantik yang mudah masuk selera itu rasanya memang lebih dekat dengan apresiasi ditentantispara komponis Indonesia dari dulu hingga sekarang.

Bagaimanapun, para komponis pendahulu Indonesia masa Bintang Radio itu telah menguak jalan bagi perkembangan musik Indonesia. Kepioniran mereka mirip dengan kepeloporan juru gambar dalam sejarah seni lukis Indonesia, roman picisan dalam sastra Indonesia, atau tonil dan sandiwara dalam dunia teater dan film Indonesia.

Bedanya, perkembangan musik seriosa Indonesia itu, mungkin karena kurang berakar dan kurang konsisten sejak akhir 1970-an, berhenti pada platform kebuntuan, ketika tidak lagi muncul peristiwa-peristiwa baru. Tidak muncul karya-karya baru, dan tidak muncul seniman-seniman baru dengan segala pendukungnya seperti pada awal pertumbuhannya.

Inspirasi kebangsaan pun telah pingsan. Maka berhentilah konstruksi kekreatifan itu ketika bangunan spirit fundamental yang menopangnya juga ambruk. Apalagi, sejak 1980-an, RRI tidak lagi menjadi katalisator musik di Indonesia. Surutnya musik seriosa Indonesia mengiringi surutnya peran RRI.
Opini : Musik Seriosa kadang-kadang enak di dengernya kadang-kadang nggak enak di dengar .







Tidak ada komentar:

Posting Komentar